Rabu, 18 Mei 2011

Pengamatan Pakan dan Habitat Tarsius spectrum (Tarsius) di Kawasan Cagar Alam Tangkoko-Batu Angus, Sulawesi Utara Study of Feed and habitat on Tarsius spectrum (Tarsier) in the Nature Reserve of Tangkoko –Batu Angus, North Sulawesi

PENDAHULUAN
Tarsius spectrum (Tarsius) merupakan primata primitif (Prosimii) dari famili Tarsidae merupakan primata endemik Indonesia yang tersebar di Kepulauan Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Hewan tarsius memiliki tubuh kecil, unik, dan mirip beruang mini, sehingga hewan tersebut banyak digemari sebagai pet (hewan peliharaan). Tarsius mempunyai mata bulat besar dengan gerakan menyamping, dan dapat melompat secara membalik 180o. Karena keunikan yang dimiliki hewan tersebut, menjadikan hewan ini terus diburu untuk diperdagangkan secara ilegal sebagai pet terutama dari wilayah Sumatera (Wirdateti, 2005).
Tarsius mendiami hutan sekunder, dan lahan pekebunan dari dataran rendah sampai ketinggian 1300 m dpl, disamping itu juga mendiami semak belukar. Tarsius sering ditemukan pada rongga pohon kayu, rongga yang terbentuk diantara pohon bambu yang rapat. Habitat yang disukai adalah hutan hujan tropis yang memiliki sumber air yang banyak sehingga mendukung ketersediaan makanan dan juga dapat dijumpai di hutan-hutan sekunder yaitu kebanyakan di pohon-pohon yang berukuran kecil dan sedang (Yasuma dan Alikondra, 1990). Pada habitat aslinya terdapat beberapa predator diantaranya kucing hutan, ular, beruang madu dan musang (Animal Diversity, 1995). Tarsius termasuk hewan yang hidupnya nokturnal gerakannya sangat cepat sehingga sulit diobservasi; oleh karena itu jumlah populasi yang akurat sulit ditentukan ( Niemitz, 1979).
Akhir-akhir ini banyak satwa dilindungi diminati untuk tujuan tertentu, salah satunya adalah hewan tarsius, sehingga tarsiuspun sekarang menjadi incaran bagi pemburu dan penangkap untuk diperdagangkan. Pengambilan secara terus menerus tanpa adanya usaha penggantian kembali memungkinkan keberadaan populasi satwa tersebut di habitat aslinya mengalami penurunan. Padahal hewan ini dilindungi dan termasuk kategori rentan (Vulnerable), tercantum di dalam CITES Appendix II (Anonymous, 1996).
Untuk mempertahankan keberadaannya di alam sebagai sumber keragaman hayati tetap lestari dan dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya, maka perlu dilakukan suatu usaha konservasi sehingga populasinya di alam tidak terganggu. Untuk tercapainya suatu usaha konservasi yang terarah baik secara in-situ maupun ex-situ, maka perlu dilakukan berbagai pengamatan aspek biologi yang mendukung program tersebut. Salah satu usahanya adalah pengamatan tentang ekologi yang meliputi pakan alami, habitat, dan sarang. Pakan sangat penting untuk mempertahankan hidup dan bereproduksi, maka pencarian pakan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk kelangsungan hidup satwa di alam. Di alam, tarsius adalah pemakan hewan (insectivore) atau serangga, disamping itu juga memangsa reptil, burung dan mamalia kecil (Napier and Napier,1967). Untuk tujuan tersebut dilakukan pengamatan lapangan di wilayah cagar alam Tangkoko Batu Angus-Sulawesi Utara, untuk menghimpun data habitat, bentuk sarang dan jenis pakan alami yang dimangsa di alam.
BAHAN DAN METODE ♥ Alamat korespondensi:
Jl.Ir. H.Juanda 18 Bogor 16002
Tel. +62-251-324006. Fax.: +62-251-325854
e-mail: teti_mzb@yahoo.com
Lokasi penelitian adalah di kawasan Cagar Alam Tangkoko Batu Angus dan di luar kawasan Cagar Alam yaitu hutan sekitar desa Batu Putih-Bitung, Sulawesi Utara.
374 BIODIVERSITAS Vol. 7, No. 4, Oktober 2006, hal. 372 - 377
Penelitian dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan meliputi habitat, sarang dan jenis pakan alami dari Tarsius. Pengamatan dilakukan pada dataran rendah dari hutan pantai sampai ketinggian 150 m dpl pada luasan sekitar 25 ha dengan topografi landai dan berbukit. Untuk mengetahui keberadaan tarsius serta pakan dari satwa tersebut dilakukan dengan metode jalur (penjelajahan areal hutan) pada malam hari, subuh dan siang hari. Pengamatan malam hari dan subuh untuk menentukan keberadaan dan tempat bersarang Tarsius yang memulai aktivitasnya pada saat hari mulai gelap. Untuk mengetahui adanya hewan tersebut adalah dari suara tarsius sebelum meninggalkan sarang dan waktu kembali ke sarang. Pengamatan siang hari untuk mengkoleksi jenis pakan, dan tumbuhan yang digunakan untuk bersarang dan beristirahat yang diketahui baik dari pengamatan langsung pada malam hari maupun dari keterangan penduduk lokal yang mengetahui tentang tarsius. Jenis pakan yang diketahui dimangsa tarsius dikoleksi dan digunakan untuk identifikasi jenis dan untuk keperluan analisis kandungan nutrisinya. Untuk mengetahui komposisi kandungan nutrisi jenis pakan alami, maka dilakukan analisis kandungan nutrisi dari jenis hewan yang dimakan tarsius. Pakan dikeringkan dan dihaluskan untuk dianalisis proksimat di Laboratorium Nutrisi berdasarkan Metoda Harris (1970). Tumbuhan yang digunakan sebagai habitat dan sarang diambil bagian daun, buah dan bunga untuk dilakukan identifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di kawasan Cagar Alam Tangkoko Batu Angus- Bitung, Sulawesi Utara. Luas Cagar Alam Tangkoko-Batu Angus adalah sekitar 1250 ha dengan ketinggian mencapai 1109 m dpl. Kawasan ini membujur sepanjang pantai Utara Bitung. Lokasi pengamatan mulai dari ketinggian 0 m sampai ketinggisn 150 m dpl dengan luasan sekitar 25 ha . Lokasi pengamatan selain kawasan cagar alam juga dilakukan di luar kawasan cagar alam yaitu di sekitar perkebunan penduduk di kelurahan Batu Putih, Kecamatan Bitung Utara.
Tabel 1. Posisi Lokasi Penelitian di Kawasan Cagar Alam Tangkoko-Batu Angus Sulawesi Utara
Lintang Utara (U)
Bujur Timur (T)
ALT
(m dpl)
LOKASI
01o 34’ 16.1”
125o 09’ 42.5”
25
C.A. Tangkoko
01o 33’ 47.2”
125o 10’ 26.8”
15
Post 3 Tangkoko
01o 33’ 44.9”
125o 10’ 31.6”
50
Spot 1, Tangkoko
01o 33’ 99.0”
125o 10’ 36.6”
25
Spot 2, Tangkoko
01o 33’ 09.2”
125o 10’ 44.8”
40
Spot 3, Tangkoko
01o 34’ 19.1”
125o 09’ 41.7”
150
Spot 4, Tangkoko
01o 34’ 36.2”
125o 09’ 22.1”
25
Spot 5, Tangkoko
Habitat dan Pakan Tarsius
Hewan Tarsius di beberapa spot kawasan Cagar Alam Tangkoko yang diamati dan sekitarnya terlihat tersebar merata. Hal ini dapat diketahui dari sarang tarsius yang tersebar di beberapa tempat baik di dalam kawasan pengamatan maupun di sekitar perkampungan penduduk. Tarsius yang ditemukan berwarna abu-abu kehitaman dan setengah dari panjang ekor mempunyai rambut. Berdasarkan ciri-ciri morfologi tersebut jenis tarsius yang ditemukan pada kawasan tersebut adalah Tarsius spectrum (Gambar 2.) sesuai dengan sebaran jenis tarsius sulawesi. Dari hasil pengamatan yang dilakukan sampai ketinggian 150 m dpl, ditemukan kurang lebih enam pohon sarang tarsius yang masih aktif dalam luasan sekitar 25 ha pada ketinggian 0 m dpl sampai dengan 150 m dpl. Sarang ini termasuk yang terdapat diperladangan penduduk sekitar kawasan. Jarak antara satu sarang dengan sarang lainnya sekitar luasan 1-5 ha. Diperkirakan masih ada pohon sarang tarsius lain yang tersebar disekitar luasan tersebut, dalam pengamatan ini juga dijumpai beberapa bekas sarang tarsius yang tidak dipakai lagi. Enam tempat bersarang tarsius tersebut umumnya adalah dari jenis tumbuhan Ficus sp. Sarang terdiri dari dua jenis tumbuhan, dimana tumbuhan utama dibalut oleh tumbuhan ke dua yang berupa akar besar dan membentuk lubang-lubang atau rongga seperti pada Gambar 2. Sebagai tumbuhan pembalut adalah coro (Ficus variegata Bl..). Pohon utama terdiri dari kayu telor ( Alstonia angustifolia Wall. Ex A.DC. ), coro (Ficus septica Burm.f), dan gopusa (Leea angulata Korth). Sarang yang ditemukan juga berupa akar/liana yang melilit pada pohon utama dan membentuk rongga. Sarang di luar kawasan cagar alam adalah pada tumbuhan bambu, pertautan daun yang lebat pada rotan dan pada percabangan pohon yang besar. Ketinggian sarang yang ditemui adalah bervariasi yaitu sekitar 3 sampai dengan 15 meter. Dalam satu pohon masing-masing tarsius mempunyai sarang (lubang) tersendiri untuk beristirahat dengan ketinggian berbeda. Ketinggian tumbuhan yang digunakan tempat bersarang mencapai 30 meter lebih tergantung jenis pohonnya, dengan diameter pohon sekitar 1.5- 2.5 meter. Jumlah T. spectrum yang ditemukan pada satu pohon dalam bentuk keluarga yaitu antara 3 sampai dengan 7 ekor tarsius yang terdiri dari jantan dewasa, betina dewasa, remaja dan anak.
Untuk mengetahui keberadaan tarsius dilakukan pengamatan pada sore hari sekitar jam 17.00 sampai jam 21.00 WIB malam dan pada subuh yaitu pada jam empat sampai jam enam. Pada waktu-waktu tersebut adalah paling efesien untuk mengamati tarsius, karena pada sore hari menjelang gelap tarsius akan keluar dari sarang untuk beraktivitas dan pada pagi hari tarsius akan kembali ke sarang untuk beristirahat. Untuk menentukan sarang tarsius adalah berdasarkan bentuk pohon yang mempunyai akar yang besar dan berbentuk rongga-rongga atau lubang, dan juga pada tumbuhan yang mempunyai daun yang rimbun seperti bambu. Informasi juga diperolah dari petugas Cagar Alam dan penduduk yang sering menemukan tarsius. Dalam pengamatan ini sarang tarsius pada kawasan Cagar Alam Tangkoko tersebar pada ketinggian 5 – 100 m dpl.
Habitat T. spectrum berupa hutan sekunder, semak dan didominasi tumbuhan yang berdiameter antara 5 – 20 cm. Hasil dari identifikasi tumbuhan yang digunakan sebagai habitat dan tempat bersarang T. spectrum ditampilkan pada tabel 2. Ditemukan 54 jenis tumbuhan dari 30 famili sebagai habitat tarsius yang digunakan untuk tempat mencari pakan dan sarang serta tumbuhan yang berada di sekitar pohon istirahat. Delapan jenis di antaranya adalah tempat bersarang tarsius yang didominasi oleh tumbuhan Ficus sp.. Di sekitar wilayah tempat bersarang tarsius jarang ditemukan tumbuhan berdiameter besar kecuali pohon untuk istirahat. Di luar kawasan, sarang tarsius banyak terdapat pada tumbuhan bambu yang dekat air atau sungai kecil dan rimbun, dua sarang ditemukan disekitar perkampungan penduduk yaitu di tumbuhan bambu dan tumbuhan Ficus. Satu sarang pada pohon bambu terletak di depan rumah penduduk dekat pinggir sungai. Mackinnon & Mackinnon (1980) melaporkan tempat bersarang atau tidur
WIRDATETI dan DAHRUDIN – Pakan dan Habitat Tarsius Spectrum di Cagar Alam Tangkoko-Batu Angus 375
Tarsius bercirikan relatif gelap dam terlindung dari angin, hujan dan terlindung dari pemangsa. Khususnya untuk wilayah Batu Putih dan Cagar Alam Tangkoko, tarsius tidak diganggu keberadaannya karena satwa ini bagi penduduk memberikan keuntungan. Tempat ini banyak dikunjungi oleh turis asing maupun domestik, sebagai tempat wisata ilmiah dengan mengamati keberadaan tarsius pada malam hari dan pada pagi hari.
Prilaku tarsius di alam dapat diamati mulai keluar dari sarang sekitar jam 17.30 sore hari, dimana cuaca sudah mulai gelap. Untuk memancing tarsius keluar lebih cepat kita bisa menggunakan pakan tarsius seperti belalang atau jangkrik pada pohon kecil yang ada disekitar sarang. Tarsius dapat melihat mangsanya dalam jarak 6-10 meter. Tarsius yang keluar pertama kali akan mengeluarkan suara yaitu tarsius jantan dewasa dan dalam pengamatan ini terlihat yang keluar terakhir adalah anak. Tarsius akan keluar satu persatu dan melompat dengan cepat dari satu pohon ke pohon yang lain. Sewaktu melompat tarsius terlihat mengeluarkan urine dan bervokalisasi pada pohon yang ditumpangi, hal ini dilakukan untuk memberi tanda tentang keberadaannya pada kelompok atau menentukan home rangenya. Pada waktu subuh sebelum matahari terbit kira-kira 50 meter dari sarang sekitar jam 5.15, terdengar vokalisasi bersahut-sahutan dimulai suara melengking tinggi dari jantan dan induk kemudian diikuti suara bersahut-sahutan dari segala penjuru. Suara tersebut menandakan hari sudah pagi dan mengumpulkan seluruh anggota keluarga untuk kembali ke sarang. Semua tarsius mengeluarkan suara yang berbeda-beda untuk menunjukkan kehadiran mereka sebelum masuk ke sarang. Setelah semua kelompok lengkap satu persatu tarsius melompat ke pohon sarang secara bergantian dari satu arah. Hal ini terlihat selama pengamatan pada waktu subuh dari sarang yang berbeda.
Hewan tarsius bertubuh kecil dan kebiasaannya melompat menyamping vertikal diantara pohon, memungkinkan hewan ini hanya beradaptasi pada tumbuhan dengan batang diameter kecil sampai sedang dengan tajuk daun terbuka (tidak lebat). Pada areal dengan tajuk terbuka ini hewan tarsius dengan mudah menangkap mangsanya terutama pakan serangga (Wirdateti, 2005). Dari hasil pengamatan menunjukkan habitat tarsius di daerah sebaran cagar alam Tangkoko dan sekitarnya didominasi oleh tumbuhan coro (Ficus septica Burm.f.), gora hutan (Phaleria capitata Jack.), mangga hutan (Buchanania arborescens (Bl.), bintangar (Kleinchofia hospita L.) dan bombongan (Bignoniaceae). Jenis tumbuhan ini digunakan untuk tempat mencari pakan dan juga sebagai istirahat.
Tabel 2. Daftar jenis tumbuhan sebagai habitat dan sarang Tarsius (Tarsius spectrum) di Kawasan Cagar Alam Tangkoko-Batu Angus, Bitung, Sulawesi Utara
Nama Ilmiah
No
Family
Species
Nama lokal
Tumbuhan :
Penggunaan
Lokasi
1.
Lauraceae
Cryptocarya ferrea Bl..
Anonim1
Habitat
C.A Tangkoko
2.
Euphorbiaceae .
Aporosa sp.
Kayu tanjung
Habitat
C.A Tangkoko
3.
Annonaceae
Polyathia cauliflora Hook.f. & Thoms
Salakapuk
Habitat
C.A Tangkoko
4.
Sapotaceae
Palaqium dasyphyllum Pierre.
Nantu
Habitat
C.A Tangkoko
5.
Thymeleaceae
Phaleria capitata Jack
Gora hutan
Habitat
C.A Tangkoko
6.
Leeaceae
Leea aculeate Bl.ex Spreng
Mamaling .
Habitat
C.A Tangkoko
7.
Rubiaceae
Morinda citrifolia
Mengkudu
Habitat
C.A Tangkoko
8.
Apocynaceae
Alstonia angustifolia Wall.ex A.DC.
Kayu telor
Sarang
C.A Tangkoko
9.
Anacardiaceae
Koordersiodendron pinnatun(Blanco) Merr
Bugis hutan
Habitat,
C.A Tangkoko
10
Anacardiaceae
Dracontomelon dao (Blanco) Merr. & Rofle
Rao
Habitat
C.A Tangkoko
11
Lecythidaceae
Chydenanthus excelsus (Bl.) Niels.
Salense
Habitat
C.A Tangkoko
12
Clusiaceae
Garcinia dioidia Bl.
Manggis hutan
Habitat,
C.A Tangkoko
13
Arecaceae
Caryota sp.
Seko yaki
Habitat
C.A Tangkoko
14
Sterculiaceae
Kleinchofia hospital L.
Bintangar
Habitat
C.A Tangkoko
15
Rubiaceae
Pavetta sp.
Seha.
Habitat
C.A Tangkoko
16
Burseraceae.
Canarium littorale Bl.
Kenari hutan
Habitat,
C.A Tangkoko
17.
Myrtaceae
Syzygium polycephaloides
Bombongan
Habitat
C.A Tangkoko
18
Bignoniaceae
Spatudea campanulata
Kayu bunga
Habitat
C.A Tangkoko
19
Ebenaceae
Diospyros cauliflora Bl
Kayu hitam
Habitat
C.A Tangkoko
20
Piperaceae
Piper aduncum L.
Kayu sirih
Habitat
C.A Tangkoko
21
Myrtaceae
Syzygium littorale (Bl.) Amsh.
Pakobu
Habitat
C.A Tangkoko
22
Rutaceae
Euodia aromatica Bl.
Anonim2
Habitat
C.A Tangkoko
23
Euphorbiaceae
Macaranga tanarius Bl
Binunga
Habitat
C.A Tangkoko
24.
Sterculiaceae
Pterospermum diverifolium Bl.
Bayur daun besar
Habitat
C.A Tangkoko
25.
Sterculiaceae
Pterospermum sp.
Bayur daun kecil
Habitat
C.A Tangkoko
26
Moraceae
Ficus septica Burm.f
Coro
Sarang
C.A Tangkoko
27.
Anacardiaceae
Spondias malayana K.
Kedondong hutan
Habitat
C.A Tangkoko
28
Moraceae
Ficus sp.
Coro
Sarang
C.A Tangkoko
29
Moraceae
Ficus variegate Bl.
Coro
Sarang
C.A Tangkoko
30.
Euphorbiaceae
Melanolepis mulandulosa
Kayu kapur
Habitat
C.A Tangkoko
31
Myrsinaceae
Ardisia myristicaefolia
Kayu anoa
Habitat
C.A Tangkoko
32.
Crypteroniaceae
Crypteronia paniculata Bl..
Anonim3
Habitat
C.A Tangkoko
33.
Anacardiaceae
Buchanania arborescens (Bl.) Bl.-
Mangga hutan
Habitat
C.A Tangkoko
34.
Araliaceae
Arthrophyllum javanicum Bl.-
Titolang
Habitat
C.A Tangkoko
35
Annonaceae
Annona muricata L.
Nangka sirsak
Habitat
C.A Tangkoko
35.
Sterculiaceae
Pterospermum javanicum Jungh.
-
Habitat
C.A.Tangkoko
36
Menispermaceae
Fibraurea sp.
Anonim4
Habitat
C.A Tangkoko
37.
Meliaceae
Toona sinensis (A.Juss) Roem.
Kayu kambing
Habitat
C.A Tangkoko
38.
Verbenaceae
Clerodendrum disvarifolium Bl.
Leilem-
Habitat
C.A Tangkoko
39.
Fabaceae
Pongamia pinnata(L.) Pierre
Lakehe
Habitat
C.A Tangkoko
40.
Sterculiaceae
Pterygota horsfieldii (R.Br.) Kosterm
Belengehe
Habitat
C.A Tangkoko
376 BIODIVERSITAS Vol. 7, No. 4, Oktober 2006, hal. 372 - 377
Tabel 2. Daftar jenis tumbuhan sebagai habitat dan sarang Tarsius (Tarsius spectrum) di Kawasan Cagar Alam Tangkoko-Batu Angus, Bitung, Sulawesi Utara (Lanjutan)
Nama Ilmiah
No
Family
Species
Nama lokal
Tumbuhan :
Penggunaan
Lokasi
41
Leeaceae
Leea angulata Korth.
Gopusa
Sarang
C.A Tangkoko
42
Sterculiaceae
Sterculia coccinea Jack
Anonim5
Habitat
C.A Tangkoko
43.
Alangiaceae
Alangium longiflorum Merr.-
Anonim6
Habitat
C.A Tangkoko
44.
Annonaceae
Polyanthia lateriflora King.
Salakapuk
Habitat
C.A Tangkoko
45
Meliaceae
Aglaia elliptica Blume
Langsat hutan
Habitat
C.A Tangkoko
46
Ebenaceae
Diospiros sp.
Kayu hitam 2
Habitat
C.A Tangkoko
47
Verbenaceae
Vitex coppasus Reinw
Belase
Sarang
C.A Tangkoko
48
Annonaceae
Canangium odoratum
Kananga
Habitat
C.A Tangkoko
49
Leeaceae
Leea indica (Burm.f.) Merr
-
Habitat
C.A.Tangkoko
50
Bursearceae
Canarium littorale Bl.
Kenari hutan
Habitat
C.A Tangkoko
51
Moraceae
Ficus ampelas Burm.f.
Kopek
Sarang
C.A Tangkoko
52
Myrsinaceae
Ardisia sumatrana Miq.
Kayu anoa2
Habitat
C.A Tangkoko
53.
Dilleniaceae
Dillenia excelsa (Jack.) Gilg.
Buah kol
Habitat
C.A Tangkoko
54
Moraceae
Ficus altissima Bl.
Coro
Sarang
C.A Tangkoko
55
Hipocrateaceae
Salacia sp.
-
Habitat
C.A.Tangkoko
Tabel 3.. Daftar jenis pakan asal Tarsius spectrum di Kawasan Cagar Alam Tangkoko-Batu Angus, Bitung-SULUT.
Nama ilmiah
No
Nama lokal
Ordo
Famili
Jenis
Lokasi
1.
Cecak
Gekkonidae
-
-
C.A Tangkoko
2.
Belalang1
Orthoptera
Acridiidae
Atractomorpha sp.
C.A Tangkoko
3.
Belalang2
Orthoptera
Acridiidae
Trilophidia sp.
C.A Tangkoko
4.
Belalang3
Orthoptera
Tettigonidae
-
C.A Tangkoko
5.
Jangkrik
Orthoptera
Gryllidae
-
C.A Tangkoko
6.
Kupu-kupu1
Lepidoptera
Papilionidae
Troides sp.
C.A Tangkoko
7.
Kupu-kupu2
Lepidoptera
Danaidae
Idea blanchardi
C.A Tangkoko
8.
Kupu-kupu3
Lepidoptera
Pieridae
Hebomia glaucippe
C.A Tangkoko
9.
Kupu-kupu4
Lepidoptera
Pieridae
Cepora nerissa
C.A Tangkoko
10.
Kupu-kupu5
Lepidoptera
Pieridae
Apias hombroni
C.A Tangkoko
11.
Kupu-kupu6
Lepidoptera
Pieridae
Pareronia tritaea
C.A Tangkoko
12.
Kupu-kupu7
Lepidoptera
Pieridae
Apias nero
C.A Tangkoko
13.
Kumbang pohon
Coleoptera
-
-
C.A Tangkoko
14..
Anak burung
Aves
-
-
C.A Tangkoko
15.
Tonggeret
Homoptera
Cicadidae
-
C.A Tangkoko
16.
Kepik
Homoptera
Flatidae
-
C.A Tangkoko
17.
Kadal terbang
-
Agamidae
-
C.A Tangkoko
18.
Anak kadal
-
Scincidae
-
C.A Tangkoko
Tabel 4. Kandungan zat-zat makanan dalam beberapa jenis bahan pakan Tarsius berdasarkan % BK
No.
Jenis Pakan
BK
(%)1
Abu
(%)1
Lemak
Protein
(%)1
SK
(%)2
Energi
(Kal/gram BK)2
1.
Belalang hutan
92,12
4,39
67,53
20,23
3826
2.
Jangrik hutan
92,54
15,37
57,28
9,12
4016
3.
Kadal
-
-
17,47
7,46
3654
4.
Cicak pohon
92,01
11,13
64,48
10,59
3665
Keterangan :
1) Hasil Analisis Lab. Pengujian Nutrisi Biologi-LIPI
2) Hasil Analisis Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB
WIRDATETI dan DAHRUDIN – Pakan dan Habitat Tarsius Spectrum di Cagar Alam Tangkoko-Batu Angus 377
Gambar 1. Tarsius yang ditemukan di Cagar Alam Tangkoko Batu Angus
Pakan
Pengamatan jenis pakan yang dimangsa tarsius berdasarkan pada penemuan langsung pada malam hari, sisa pada kotoran yang ditemukan serta informasi petugas resort Cagar Alam Tangkoko, disamping itu juga dari penduduk sekitar yang sering menemukan satwa tersebut.
Pakan Tarsius spectrum yang ada di lokasi pengamatan tidak jauh berbeda dengan pakan Tarsius bancanus dari Sumatera dan Kalimantan. Jenis pakan alami tarsius yang diketahui adalah jangkrik, jenis-jenis belalang, kepik, berbagai jenis kupu-kupu, semut rangrang, cecak pohon, anak kadal, laba-laba kecil, tongkeret, dan serangga kecil lainnya seperti yang dilaporkan Napier and Napier (1967), Supriatna dan Wahono (2000) dan Wirdateti, (2005). Dari jenis pakan yang dikonsumsi tarsius menunjukkan 77,7% adalah dari jenis serangga, 16.6% reptil dan 5.5% dari jenis burung. Hal ini menunjukkan pakan utama tarsius adalah dari jenis serangga. Jenis pakan tarsius yang berhasil diperoleh ditampilkan pada Tabel 3. Di alam tarsius tidak langsung menangkap mangsanya, sebelum memakan mangsanya terlebih dahulu tarsius mengamati mangsa sekitar 5 – 10 menit, setelah aman baru menangkap dengan cara melompat dan menyambar dengan tangan dan melompat dengan cara membalik ke pohon/tempat semula. Lama tarsius memakan mangsanya atau berpindah ke pohon lain sekitar 10-25 menit, tergantung pada jenis mangsanya. Kadang-kadang terlihat tarsius berpegang pada bagian tumbuhan atau ranting bagian yang terbuka, pada posisi demikian terlihat tarsius dengan mudah menyambar mangsa yang terbang di depannya. Dari beberapa jenis pakan yang terlihat disambar dan dimakan, jenis serangga merupakan pakan paling tinggi dikonsumsi. Bagian yang keras pada mangsanya terlihat tidak dimakan tarsius. Pada pengamatan ini terlihat tarsius tidak menangkap seekor ular kecil yang berada di ranting tumbuhan tempat berpegan tarsius, hewan ini hanya mengamati.
Penduduk sering menemukan tarsius pada tumbuhan yang sedang berbunga atau pada pohon yang sedang berbuah dan juga sering terlihat pada bagian pohon yang berlubang dan mengambil serangga yang ada di dalamnya. Keberadaan tarsius di pohon yang sedang berbunga atau berbuah bukan untuk memakan buah akan tetapi menangkap serangga yang hinggap pada bunga atau buah tersebut. Tarsius mencari pakan juga turun ke tanah untuk manangkap serangga tanah dan mangsa lainnya seperti jangkrik dan belalang.
Hasil analisis kandungan nutrisi pakan tarsius disajikan pada Tabel. 4. Pada pengamatan ini analisis tidak dilakukan pada semua jenis pakan , hal ini karena sampel yang terkoleksi tidak cukup untuk keperluan analisis. Analisa pakan hanya dilakukan pada sampel cicak, jangkrik, belalang dan kadal. Dari hasil analisis menunjukkan, bahwa tarsius mengkonsumsi jenis pakan alami dengan kandungan protein tinggi yaitu sekitar (17.47 – 67.53) % dan (3654 – 4016) Kal/gram. Hal ini dapat terlihat dari kandungan protein belalang, jangkrik, cicak dan kadal. Tingginya kadar protein pakan memberikan bau khas pada tarsius, terutama dari urine.
KESIMPULAN
Hasil pengamatan menunjukkan, habitat dari Tarsius spectrum berupa tumbuhan yang berdiameter 5 – 20 cm dan didominasi oleh coro (Ficus septica Burm.f.), gora hutan (Phaleria capitata Jack.), mangga hutan (Buchanania arborescens (Bl.), bintangar (Kleinchofia hospita L.) dan bombongan (Bignoniaceae), digunakan untuk tempat mencari pakan dan juga sebagai istirahat. Tempat beristirahat atau sarang berupa lubang-lubang pada pohon besar dan lilitan liana pada pohon induk seperti jenis tumbuhan coro (Ficus variegata Bl..), kayu telor ( Alstonia angustifolia Wall. Ex A.DC. ), coro (Ficus septica Burm.f), dan gopusa (Leea angulata Korth). Jenis pakan yang dimangsa tarsius terutama adalah dari jenis serangga (77,7%), disamping itu juga memakan jenis reptil kecil (16,6%), dan burung (5,5%). Dari analisa bahan pakan alami menunjukkan tarsius membutuhkan kandungan protein tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan untuk berproduksi. Sehingga komposisi kandungan nutrisi tersebut dapat dijadikan standar dalam pemberian pakan pada konservasi ex-situ maupun in-situ.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1996 List of CITES Species. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, Dept. Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta
Animal Diversity. 1995. Nycticebus.Nycticebus coucang. http://Animal diversity. Ummz. Umich. Edu/accounts/nyticebus/n-coucang/narative.html. (10 Agustus 2004).
Harris, L.E. 1970. Nutrition Research Techniques for Domestic and Wild Animals. Logan: Animal science Department, Utah State University.
Mackinnon, J.R. & K. Mackinnon. 1980. The Behaviour of Wild Tarsier. Internal J. Primatol. 1:4
Napier, J.R. & P.H. Napier. 1967. A Handbook of Living Primates. Academic Press. London.
Niemitz, C. 1979. Outline of the Behaviour of Tarsius bancanus. Dalam : The Study of Prosimian Behaviour. Doyle, G.A. dan Martin, R.d. (Eds), Academic Press, London. h: 631
Supriatna, J dan H. Wahono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Wirdateti. 2005. Pakan Alami dan Habitat Kukang (Nycticebus coucang) dan Tarsius (Tarsius bancanus) di Kawasan Hutan Pasir Panjang, Kalimantan Tengah. Jurnal Biologi Indonesia III(9): 360-370
Yasuma, S dan H. S. Alikodra. 1990. Mammals of Bukit Soeharto Protection Forest. The Tropical Rain Forest Research Project. Samarinda. Kalimantan Timur. Indonesia

Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus

Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus adalah cagar alam di Kecamatan Bitung Utara, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Cagar alam seluas sekitar 8.745 hektare ini[1]merupakan tempat perlindungan monyet hitam sulawesi dan tarsius. Di dalam kawasan ini terdapat Taman Wisata Batuputih dan Taman Wisata Alam Batuangus. Secara geografis, cagar alam ini terletak di antara 125°3' -125°15' BT dan 1°30'-1°34' LU, dan berbatasan langsung dengan Cagar Alam Gunung Duasudara. Kawasan cagar alam ini dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Sejarah

Pantai Batuputih
Kehidupan satwa liar di kawasan Tangkoko sudah diketahui secara luas dan dikunjungi oleh Alfred Russel Wallace pada tahun 1861. Di Tangkoko, Wallace mengumpulkan spesimen babirusa dan maleo yang waktu itu sangat mudah dijumpai. Ketika itu, pasir hitam di pantai Tangkoko merupakan tempat bersarang dan penetasan telur maleo. Akibat eksploitasi oleh penduduk setempat, koloni maleo di pantai Tangkoko tidak lagi ditemukan pada tahun 1915, dan hanya tersisa sejumlah kecil koloni di pedalaman.[2]
Kawasan Tangkoko pertama kali ditetapkan Pemerintah Hindia Belanda sebagai hutan lindung pada tahun 1919 berdasarkan GB 21/2/1919 stbl. 90, dan diperluas pada tahun 1978 dengan ditetapkannya Cagar Alam Duasudara (4.299 hektare) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 700/Kpts/Um/11/78.[1]
Pada 24 Desember 1981, Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 1049/Kpts/Um/12/81 menetapkan kawasan ini sebagai Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus.[3] Surat keputusan yang sama menetapkan kawasan seluas 615 hektare di antara Cagar Alam Tangkoko dan Kelurahan Batuputih[4] sebagai Taman Wisata Batuputih,[5][4] dan kawasan seluas 635 hektare di antara Cagar Alam Tangkoko dan Desa Pinangunian sebagai Taman Wisata Alam Batuangus.[4]

[sunting] Topografi

Kawasan ini memiliki topografi landai hingga berbukit yang terdiri dari hutan pantai, hutan dataran rendah, hutan pegunungan, dan hutan lumut. Di kawasan ini terdapat dua puncak gunung: Gunung Tangkoko (1.109 m) dan Gunung Dua Saudara (1.109 m), serta Gunung Batuangus (450 m) di bagian tenggara. Di sebelah timur laut terdapat Dataran Tinggi Pata.[1]

[sunting] Iklim

Kawasan ini termasuk zona iklim B, dengan curah hujan sebesar 2.500-3.000 mm per tahun, suhu rata-rata antara 20 °C dan 25 °C. Musim kemarau berlangsung dari April hingga November,[3] dan musim hujan dari November hingga April.

[sunting] Keanekaragaman hayati

Serak sulawesi (Tyto rosenbergii) di Tangkoko

[sunting] Flora

Di kawasan ini terdapat hutan hujan yang didominasi coro (Ficus septica Burm.f.), ares (Duabanga moluccana), gora hutan (Phaleria capitata Jack.), mangga hutan (Buchanania arborescens Bl.), lengki (Leea angulata Korth.), bintangar (Kleinchofia hospita L.), dan bombongan (Bignoniaceae), dan nantu (Palaquim obtusifolium).[3][6] Di hutan lumut bisa dijumpai edelweis (Anaphalis javanica) dan kantong semar (Nepenthes gymnamphora)[3]
Di kawasan Taman Wisata Batu Putih terdapat tumbuhan pantai seperti ketapang, bitung, pandan, jati, dan mahang (Macaranga).[5]

[sunting] Fauna

[sunting] Mamalia

Monyet hitam sulawesi (Macaca tongkeana), tarsius (Tarsius spectrum), kuskus (Ailurops ursinus), kuskus kerdil (Strigocuscus celebensis), anoa, tupai (Tupaia sp), musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii).[1]

[sunting] Burung

Pada tahun 1980 dicatat sejumlah 140 spesies burung, termasuk burung tahun (Rhythitceras cassidix) dan maleo (Macrocephalon maleo) yang endemik Sulawesi.[1] Spesies lain di antaranya pergam hijau (Ducula aenea), srigunting jambul-rambut (Dicrurus hottentottus), jalak tunggir-merah (Scissirostrum dubium), raja-udang pipi-ungu (Cittura cyanotis), udang merah sulawesi (Ceyx fallax), celepuk sulawesi (Otus manadensis), rangkok sulawesi (Penelopides exarhatus).[7]

[sunting] Reptilia

Jenis reptilia dan ular yang dijumpai adalah ular sanca kembang (Python reticulatus), kobra (Naja naja), ular anang (Ophiophagus hannah), Tropidolaemus wagleri, soa-soa (Hydrosaurus amboinensis), biawak indicus (Varanus indicus), dan cicak terbang sayap merah (Draco sp.)[1] Satwa laut di antaranya penyu hijau (Chelonia mydas), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).[1]

[sunting] Lokasi

Cagar alam ini sekitar 60 km dari Manado atau 20 km dari Kota Bitung. Di Bitung terdapat hotel dan penginapan untuk wisatawan. Di Kelurahan Tanduk Rusa yang berdekatan dengan lokasi cagar alam juga terdapat penginapan.

[sunting] Referensi

Sejarah Pantai Batuputih

Kehidupan satwa liar di kawasan Tangkoko sudah diketahui secara luas dan dikunjungi oleh Alfred Russel Wallace pada tahun 1861. Di Tangkoko, Wallace mengumpulkan spesimen babirusa dan maleo yang waktu itu sangat mudah dijumpai. Ketika itu, pasir hitam di pantai Tangkoko merupakan tempat bersarang dan penetasan telur maleo. Akibat eksploitasi oleh penduduk setempat, koloni maleo di pantai Tangkoko tidak lagi ditemukan pada tahun 1915, dan hanya tersisa sejumlah kecil koloni di pedalaman.[2]

Kawasan Tangkoko pertama kali ditetapkan Pemerintah Hindia Belanda sebagai hutan lindung pada tahun 1919 berdasarkan GB 21/2/1919 stbl. 90, dan diperluas pada tahun 1978 dengan ditetapkannya Cagar Alam Duasudara (4.299 hektare) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 700/Kpts/Um/11/78.[1]

Pada 24 Desember 1981, Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 1049/Kpts/Um/12/81 menetapkan kawasan ini sebagai Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus.[3] Surat keputusan yang sama menetapkan kawasan seluas 615 hektare di antara Cagar Alam Tangkoko dan Kelurahan Batuputih[4] sebagai Taman Wisata Batuputih,[5][4] dan kawasan seluas 635 hektare di antara Cagar Alam Tangkoko dan Desa Pinangunian sebagai Taman Wisata Alam Batuangus.[4]
[sunting] Topografi

Kawasan ini memiliki topografi landai hingga berbukit yang terdiri dari hutan pantai, hutan dataran rendah, hutan pegunungan, dan hutan lumut. Di kawasan ini terdapat dua puncak gunung: Gunung Tangkoko (1.109 m) dan Gunung Dua Saudara (1.109 m), serta Gunung Batuangus (450 m) di bagian tenggara. Di sebelah timur laut terdapat Dataran Tinggi Pata.[1]
[sunting] Iklim

Kawasan ini termasuk zona iklim B, dengan curah hujan sebesar 2.500-3.000 mm per tahun, suhu rata-rata antara 20 °C dan 25 °C. Musim kemarau berlangsung dari April hingga November,[3] dan musim hujan dari November hingga April.
[sunting] Keanekaragaman hayati
Serak sulawesi (Tyto rosenbergii) di Tangkoko
[sunting] Flora

Di kawasan ini terdapat hutan hujan yang didominasi coro (Ficus septica Burm.f.), ares (Duabanga moluccana), gora hutan (Phaleria capitata Jack.), mangga hutan (Buchanania arborescens Bl.), lengki (Leea angulata Korth.), bintangar (Kleinchofia hospita L.), dan bombongan (Bignoniaceae), dan nantu (Palaquim obtusifolium).[3][6] Di hutan lumut bisa dijumpai edelweis (Anaphalis javanica) dan kantong semar (Nepenthes gymnamphora)[3]

Di kawasan Taman Wisata Batu Putih terdapat tumbuhan pantai seperti ketapang, bitung, pandan, jati, dan mahang (Macaranga).[5]
[sunting] Fauna
[sunting] Mamalia

Monyet hitam sulawesi (Macaca tongkeana), tarsius (Tarsius spectrum), kuskus (Ailurops ursinus), kuskus kerdil (Strigocuscus celebensis), anoa, tupai (Tupaia sp), musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii).[1]
[sunting] Burung

Pada tahun 1980 dicatat sejumlah 140 spesies burung, termasuk burung tahun (Rhythitceras cassidix) dan maleo (Macrocephalon maleo) yang endemik Sulawesi.[1] Spesies lain di antaranya pergam hijau (Ducula aenea), srigunting jambul-rambut (Dicrurus hottentottus), jalak tunggir-merah (Scissirostrum dubium), raja-udang pipi-ungu (Cittura cyanotis), udang merah sulawesi (Ceyx fallax), celepuk sulawesi (Otus manadensis), rangkok sulawesi (Penelopides exarhatus).[7]
[sunting] Reptilia

Jenis reptilia dan ular yang dijumpai adalah ular sanca kembang (Python reticulatus), kobra (Naja naja), ular anang (Ophiophagus hannah), Tropidolaemus wagleri, soa-soa (Hydrosaurus amboinensis), biawak indicus (Varanus indicus), dan cicak terbang sayap merah (Draco sp.)[1] Satwa laut di antaranya penyu hijau (Chelonia mydas), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).[1]
[sunting] Lokasi

Cagar alam ini sekitar 60 km dari Manado atau 20 km dari Kota Bitung. Di Bitung terdapat hotel dan penginapan untuk wisatawan. Di Kelurahan Tanduk Rusa yang berdekatan dengan lokasi cagar alam juga terdapat penginapan.